Sosiologi dasar


Sosiologi dasar

Diera kapitalisme membeli barang bukan lagi hanya sekedar transaksi ekonomi melainkan sudah merambah kewilayah membeli suatu hal yang besifat psikologis yaitu berupa kesan dan pengalaman. Hal ini lebih bersifat simbolis dimana individu membeli dan mengkonsumsi kesan. Kegiatan ini tidak terlepas dari pola kehidupan yang mencakup sekumpulan kebiasaan berupa pandangan pola respon hidup terutama mengenai kebutuhan untuk hidup. Kebutuhan untuk hidup yang dimaksud dimulai bagaimana manusia meggunakan kebutuhan hidup dalam mengekspresikan dirinya dalam kehidupan misalkan cara mereka bepakaian, pola komsumsi higga bagaimana mereka menggunakan barang dan jasa yang menjadi penunjang kehidupanya yaitu HP sepatu dll. Hal ini disebut dengan gaya hidup (Life Style)[1]
Gaya hidup (life style) harus mampu dibedakan dengan cara hidup (way of life) cara hidup memiliki ciri-ciri seperti norma, ritual, tatanan sosial hingga dialek. Gaya hidup tumbuh seiring dengan perkembangan globalisasi dan ditopang dengan doktrin-doktrin kapitalisme. Melalui iklan media massa, transformasi budaya mampu merubah tatanan kehidupan masyarakat dengan dalih image yang lebih gaul dan modern. Hal ini kemudian menjadi proses reflektif (respon) negosiasi antara masyarakat dan pasar dalam melihat perkembangn zaman. Pasar melihat kondisi ini sebagai peluang yang menguntungkan dari segi bisnis dan ekonomi sehingga inovasi yang dulunya pemenuhan kebutuhan berubah menjadi besifat pmenuahn keinginnan (life style). Dalam teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem)[2] atau Pengakuan akan citra diri menempati tingkatan  tinggi sehingga masrakat mudah sekali tergiur dengan apa yang ditawarkan pasar melalui iklan layanan untuk memenuhi kepuasan diri demimenampilkan image Modern.
          Melalui iklan dan kebutuhan akan image modern menjadikan masyarakat lebih komsumtif yang menonjolkan gaya hidup. Seseorang dikatakan telah bergaya apabila telah mampu menampilkan simbol-simbol lebih berkelas  namun hal ini tentu tidak membutuhkan dana yang tidak sedikit contohnya seseorang yang minum kopi di starbucks lebih dianggap bergaya dibandingkan dengan seseorang yang minum kopi dikedai ataupun pinggir jalan walaupu dalam konteks harga tidak mecapai seper sepuluh dari haraga starbucks. Menurut Chaney (2004)[3], mengatakan bahwa semua yang kita miliki akan menjadi budaya tontonan (a culture of spectacle). Semua orang ingin menjadi penonton dan sekaligus ditonton. Ingin melihat tetapi sekaligus juga dilihat. penampakan luar menjadi salah satu situs yang penting bagi gaya hidup. Hal-hal permukaan akan menjadi lebih penting daripada substansi. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada fungsi. Gaya menggantikan subtansi. Kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran penampakan luar, penampilan, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan menjadi bisnis besar gaya hidup hingga kita menjadi masyarakat dpesolek (dandy society)[4]
          Wajah fatalis mengetahui bahwa dunia telah berkembang ke arah yang melampaui batas-batas yang seharusnya tidak dilewati sebab melewati batas tersebut sma saja menggiring kearah kehancuran. Akan tetapi karena manusia tidak mampu memagari diri, maka manusia tidak memiliki pilihan lain kecuali menikmati dunia yag membawanya kerah kehancuran tersebut. Masyarakat kapitalis menurut Jean Baudrilliard adalah sebuah masyarakat yang didalamnya segala sesuatu berkembang menuju titik melampaui (beyond) menuju titik (hyper), realitas telah bekembang melampau alam realitas itu sendiri kearah realitas semu (hyperreality). Direalitas ini semua berkembang berdasarkan logikanya sendiri yaitu logika Hasrat (desire) yang menuju titik ekstrim dan hyper. Pergeseran realitas ini kemudian manusia tidak lagi mampu membedakan yang mana realitas dan realitas semu dan pada akhiranya realitas semu ini akan berubah menjadi realias.
          Didalam masyarakat konsumen, objek bekembang sedemikian rupa sehingga tidak lag terikat pada logika utilitas (utility), fungsi dan kebutuhan (need)  tetapi apa yang disebut sebgai “logika tanda” (logic of sign)
           


[1] Suyatno,Bagong. 2013. sosiologi ekonomi kapitalisme dan komsumsi diera masyarakat post modernisme. Jakarta:kencana
[3]  Retno & edy fashion dan gaya hidup: identitas dan komunikasi.
[4] ibid

Belum ada Komentar untuk "Sosiologi dasar"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel